Pendahuluan/Sejarah
Cia-Cia, lebih umum dikenal sebagai orang-orang Buton
Selatan, wilayah mereka terletak di bagian Selatan Pulau Buton hingga
ke sebelah Tenggara Sulawesi. Mereka adalah tetangga-tetangga dekat suku
Wolio (juga dikenal sebagai orang-orang Buton) dan orang-orang Muna.
Bahasa mereka, Cia-Cia, adalah anggota dari keluarga bahasa Austronesia
dan sangat dekat dengan bahasa Wolio.
Orang-orang Buton atau Wolio, tinggal di daerah yang
dahulu dikenal sebagai Kesultanan Buton. Sekitar abad ke-15, para
imigran dari Johore mendirikan kerajaan Buton, dengan seorang raja,
sebagai penguasa. Raja keenam memeluk agama Islam pada tahun 1540,
menjadikan dirinya sultan yang pertama dan kerajaannya menjadi
kesultanan. Kesultanan Buton tetap mandiri sampai kematian sultan
terakhir pada tahun 1960. Pada saat itu, kesultanan dibubarkan dan
akhirnya disatukan dalam negara Indonesia. Bagaimanapun, penyatuan ini
berakibat pada hilangnya tradisi orang-orang Buton.
Seperti Apa Kehidupan Mereka?
Suku Cia-Cia menggantungkan mata pencaharian mereka
pada pertanian, sebab tanah di pulau-pulau tersebut sangat subur. Hasil
bumi utama yang ditanam adalah jagung, beras kering, dan ubi. Banyak
orang Cia-Cia juga bermata pencaharian sebagai nelayan atau pembuat
kapal. Namun, sejak peluang-peluang ekonomi berkurang, banyak dari
mereka yang berlayar ke pulau-pulau yang sangat jauh untuk mendapatkan
uang dari usaha komersial atau buruh. Beberapa dari mereka tidak pernah
kembali. Saat ini, orang-orang Buton asli hidup di seluruh Indonesia
sebelah Timur.
Berlayar dianggap sebagai pekerjaan pria, termasuk
pekerjaan perbesian, pembuatan kapal, usaha kuningan dan perak, dan
sebagian besar pengusaha ladang. Pembuatan tembikar, pertenunan,
penyiapan makan, pekerjaan rumah tangga, dan pengelolaan keuangan
keluarga adalah tanggung jawab utama wanita.
Rumah-rumah orang Cia-Cia didirikan di atas tanah dan
dibangun dari papan-papan yang kokoh. Atapnya dibuat dari papan-papan
kecil, daun-daun kelapa, atau besi, dan setiap rumah hanya memiliki
sedikit jendela. Hampir semua desa memiliki pasar yang memperdagangkan
kain-kain tenun sutra, katun, dan yang lainnya. Banyak desa juga
memiliki toko-toko kecil dan penjual-penjual keliling yang menjual
berbagai macam barang dari gerobak mereka. Saat ini, hampir semua
pernikahan Cia-Cia adalah monogami (memiliki satu pasangan). Meskipun
orang tua terlibat dalam penyelenggaraan pernikahan, orang-orang muda
bebas memilih pasangan mereka. Setelah menikah, pasangan tersebut
tinggal dengan keluarga mempelai wanita sampai sang suami membangun
rumahnya sendiri. Bayi-bayi mereka dibesarkan bersama oleh ayah dan ibu.
Pendidikan sangat dihargai baik oleh anak-anak
laki-laki maupun perempuan di masyarakat Buton. Penekanan pada
pendidikan ini telah menyebabkan seni kesusastraan mereka tumbuh subur,
menghasilkan buku-buku dan puisi-puisi panjang, yang telah menjadi
bagian dari budaya orang-orang Buton. Pembelajaran bahasa asing juga
didorong, dan banyak orang Buton mengembangkan posisi-posisi mereka di
dalam masyarakat.
Apa Keyakinan Mereka?
Islam diterima pertama kali oleh bangsawan Buton.
Mereka membagikan pengetahuan keagamaan mereka kepada orang-orang biasa,
tetapi mereka melakukannya dengan cara yang terbatas, agar penduduk
desa tetap bergantung pada mereka. Saat ini, hampir semua orang Cia-Cia
adalah Muslim, tetapi kepercayaan pada berbagai makhluk-makhluk
supranatural masih memiliki peran dalam kehidupan desa. Makhluk-makhluk
tersebut, termasuk roh-roh pelindung, roh-roh panen, roh-roh jahat yang
menyebabkan penyakit, dan roh-roh yang memberikan tuntunan. Roh-roh
nenek moyang dianggap menolong kehidupan sanak saudara mereka atau
menyebabkan penyakit, tergantung dari perilaku dari sanak saudara mereka
itu. Orang Cia-Cia juga menganggap alam sebagai bentuk fisik dari
ciptaan Allah, dan oleh karena itu mereka memujanya.
Aliran Sufi (bentuk mistis dari Islam) juga ada di
tengah-tengah suku Cia-Cia. Orang-orang Sufi percaya bahwa meditasi
dapat menolong mereka mendapatkan penglihatan tentang Allah. Seorang
ahli Sufi adalah seseorang yang percaya bahwa ia telah mencapai
pengetahuan nurani yang khusus, langsung dari Allah. Juga, sebagai hasil
atas keyakinan Hindu yang masih melekat, banyak orang Cia-Cia yang
masih percaya pada konsep reinkarnasi.
Apa Kebutuhan Mereka?
Orang Cia-Cia memiliki sedikit sumber-sumber
Kristiani yang ada dalam bahasa mereka sendiri. Doa syafaat dan
penginjilan sangat diperlukan untuk menanamkan kebenaran tentang Kristus
di antara orang-orang ini dengan kuat.
Pokok-Pokok Doa
- Memohon kepada Tuhan untuk memanggil orang-orang Kristen untuk memberitakan Kristus kepada orang Cia-Cia.
- Memohon kepada Tuhan untuk melunakkan hati orang-orang Cia-Cia agar mau mendengar Kabar Baik Yesus Kristus.
- Berdoa agar Allah menyatakan diri-Nya kepada orang-orang Cia-Cia melalui mimpi dan penglihatan.
- Berdoa agar Allah memberikan keberanian kepada orang-orang Cia-Cia yang sudah percaya untuk kembali ke keluarga mereka dan memberitakan kasih Kristus.
- Memohon kepada Allah untuk menambahkan tim-tim doa yang akan mulai mempersiapkan fondasi pelayanan kepada suku Cia-Cia melalui doa syafaat.
- Memohon kepada Tuhan untuk menghadirkan gereja-gereja Cia-Cia yang berjaya demi kemuliaan nama-Nya!
- Berdoa bagi penerjemahan Alkitab yang dimulai dalam bahasa utama kelompok suku Cia-Cia.
- Berdoa untuk ketersediaan film Yesus dalam bahasa utama orang-orang Cia-Cia. (t/Anna)
0 komentar:
Posting Komentar